Skip to main content

Konstruktivisme


Konstruktivisme lahir dari sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan Neorealisme dan Neoliberalisme. Manusia ialah mahluk individual yang dikonstruksikan melalui realitas sosial. Konstruksi atas insan akan melahirkan paham intersubyektivitas. Hanya dalam proses interaksi sosial, insan akan saling memahaminya. Dalam melihat korelasi antar sesama individu, nilai-nilai korelasi tersebut bukanlah diberikan atau disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan akad untuk berinteraksi itu perlu diciptakan di atas akad antar kedua belah pihak. Dalam proses ini, faktor identitas individu sangat penting dalam menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan membuat lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain, sebetulnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi tersebut. Hakekat insan berdasarkan konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas dan terhormat sebab sanggup menolak atau mendapatkan sistem internasional, membentuk kembali model korelasi yang saling menguntungkan, atau yang diinginkan berdasarkan peraturan, strukturasi dan verstehen dalam speech acts.

            Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
  1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
  2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
  3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
  4. Berpandangan bahwa berguru merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
  5. Mendorong siswa untuk melaksanakan penyelidikan
  6. Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
  7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
  8. Penilaian berguru lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
  9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
  10. Banyak memakai terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, ibarat prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
  11. Menekankan bagaimana siswa belajar
  12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam obrolan atau diskusi dengan siswa lain dan guru
  13. Sangat mendukung terjadinya berguru kooperatif
  14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
  15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
  16. Memperhatikan keyakinan dan perilaku siswa dalam belajar
  17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman gres yang didasarkan pada pengalaman nyata
Model Pembelajaran Inkuiri BiasaInkuiri ialah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan inovasi melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus di hafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa sanggup menemukan sendiri materi yang harus di pahaminya. Belajar intinya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis.


Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas
      Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka wacana penerapan di kelas.

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah menyebarkan tanggung jawab terhadap proses berguru mereka sendiri serta menjadi pemecah persoalan (problem solver)

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memperlihatkan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa bisa membangun keberhasilan dalam melaksanakan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk bisa menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam obrolan atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk bisa mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka mempunyai kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan bisa membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka obrolan yang sangat bermakna akan terjadi di kelas

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat banyak sekali macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan banyak sekali hipotesis wacana fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam berguru memperlihatkan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran wacana fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.


Implikasi terhadap Peran Guru
Dalam depdiknas , terdapat beberapa upaya penerapan model berguru konstruktivis dalam pembelajaran menuntut perubahan tugas guru khususnya dalam : (a) cara pandang terhadap siswa, (b) administrasi kelas.
a.      Cara Pandang terhadap Siswa.
Model berguru konstruktivis sangat memperhatikan jaringan ide-ide yang ada dalam struktur kognitif siswa. Pengetahuan bukanlah citra dari suatu realita. Pengetahuan selalu merupakan akhir dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan mental seseorang. Transformasi pengetahuan dalam konstruktivisme ialah pergeseran siswa sebagai peserta pasif isu menjadi pengkonstruksi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dipandang sebagai subyek yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Implikasi model konstruktivis dalam pembelajaran ialah kegiatan aktif siswa dalam perjuangan membangun sendiri pengetahuannya. Siswa diberikan kebebasan untuk mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide gres dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka dan siswa bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertian yang usang dalam situasi berguru yang baru. Mereka sendiri yang membuat pikiran sehat atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru.
b.      Manajemen Kelas
Dalam upaya untuk menumbuhkan dan menyebarkan situasi yang aman dalam pembelajaran guru hendaknya mengambil posisi sebagai fasilitator dan perantara pembelajaran. Peran sebagai fasilitator dan perantara pembelajaran akan memperlihatkan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengemukakan gagasan dan argumentasinya sehingga proses perundingan makna sanggup dilaksanakan. Melalui perundingan makna, siswa akan terhindar dari cara berguru menghafal (root learning). Siswa akan merasa lebih gampang untuk mengubah miskonsepsinya menjadi konsep ilmiah.
Penerapan konstruktivisme dalam proses belajar-mengajar menghasilkan metode pengajaran yang menekankan kegiatan utama pada siswa (Fosnot, 1996; Lorsbach & Tobin, 1992). Teori pendidikan yang didasari konstruktivisme memandang murid sebagai orang yang menanggapi secara aktif objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungannya, serta memperoleh pemahaman wacana seluk-beluk objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu. Menurut teori ini, perlu disadari bahwa siswa ialah subjek utama dalam kegiatan inovasi pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui banyak sekali pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri banyak sekali pengalaman yang pada karenanya memperlihatkan percikan pemikiran (insight) wacana pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran ialah siswa perlu menguasai bagaimana caranya berguru (Novak & Gowin, 1984). Dengan itu, ia bisa jadi pembelajar berdikari dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar