Skip to main content

Duhai Ayah, Penuhi Hak Anak Mu

Setidaknya ada tiga kewajiban ayah dan menjadi hak seorang anak. kisah ini diceritakan terjadi pada zaman khalifah Umar bin Khattab ra. Tiga hak anak atas ayahnya antara lain: 


"Pertama, memilihkan calon ibu yang baik, jangan hingga menentukan perempuan yang sifatnya tercela dan suka berbuat maksiat.
Kedua, memberi nama yang indah dan baik. 
Ketiga, mengajarinya menghafalkan Al-Quran."

Baca : Belajar dari Anak Kecil
Baca : Cara Hidup Bahagia
Siang ini, dalam mimbar khutbah Jumat, Khatib memberikan bahwa seorang ayah hendaknya jangan hingga durhaka kepada anaknya. kemudian menceritakan kisah yang terjadi pada zaman khalifah Umar bin Khattab.



Kisahnya sebagai berikut (dikutip dari mutiara hadis fanspage hadist):

"Kisah ini terjadi ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah. Seorang bapak melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh anaknya. Ayah tersebut sedih mempunyai anak yang durhaka.

Umar : Seperti apa kelakuan anakmu?

Bapak : Anakku berbicara bergairah dan membentak. Dia pernah menendangku. Dia juga tak segan-segan memukul. Dan masih banyak perbuatan durhaka yang lain.

Umar : Baiklah, kami akan bawa anakmu ke sini.

Selang beberapa waktu, sang anak hadir dalam ‘persidangan’ tersebut.

Umar : Anak muda! Kenapa kau berani bertindak bergairah kepada Ayahmu. Apakah kau tidak tahu kalau Allah memerintahkan anak berbakti kepada orang tuanya.

Anak : Wahai Amirul Mukminin, jangan buru-buru menilaiku buruk. Aku akan jelaskan kepada Anda apa yang terjadi sebenarnya.

Umar : Katakan sekarang!

Anak : Wahai Amirul Mukminin, saya tahu bahwa seorang ayah memiki hak yang harus ditunaikan buah hatinya. Tapi, bukankah seorang anak juga mempunyai hak yang harus dipenuhi ayahnya?

Umar : Benar.

Bapak : Lalu apa hak anak yang wajib ditunaikan ayahnya?

Umar : Ada tiga kewajiban. Pertama, memilihkan calon ibu yang baik, jangan hingga menentukan perempuan yang sifatnya tercela dan suka berbuat maksiat. Kedua, memberi nama yang indah dan baik. Ketiga, mengajarinya menghafalkan Al-Quran.

Anak : Amirul Mukminin! Demi Allah! Ayahku tidak menunaikan kewajiban tersebut satu pun!

Umar : Kenapa?

Anak : Ibu saya ialah budak hitam yang ayahku beli dengan harga hanya 2 dirham. Kemudian ibu saya hamil. Ketika saya lahir, ayah menamiku Ju’al (si hitam). Selain itu, ayahku tidak pernah mengajarkan Al-Quran kepadaku. Di sini saya ingin menjelaskan bahwa saya terlahir dari rahim seorang budak perempuan dan ayahku tidak menghendaki saya terlahir ke dunia ini. Dia tidak mau memberiku nama yang baik menyerupai Abdullah atau Ahmad. Juga tidak pernah mengajarkan Al-Quran.
Perkataan itu menciptakan Umar menyimpulkan bahwa yang durhaka sebenarnya bukan sang anak, melainkan sang ayah.

Umar : Masalah kalian ini terjadi bukan lantaran ulah sang anak. Yang sebenarnya salah ialah engkau, sang Ayah. Engkau tidak sanggup mendidik anakmu dengan benar semenjak ia lahir. Kamu juga tidak memikirkan kesudahannya nanti. Inilah jawaban yang harus kau tanggung."



Dari kisah diatas, sanggup diambil nasihat bahwa menjadi seorang ayah, hak ayah atas anak itu dimulai semenjak ayah menentukan ibu untuk anaknya.

Baiklah, yang pertama; menentukan ibu yang baik.

Hadist yang terkait dengan hal ini ialah hadist yang diriwatkan oleh beberapa perawi hadis yang masyhurdi antaranya ialah Imam Bukhori :



حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَات الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya “ Di cerikan Musadad, diceritakan Yahya dari ‘abdulloh berkata bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Sa’id dari Abi Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda perempuan dinikahi lantaran empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga lantaran kecantikannya dan keempat lantaran agamanya. Maka carilah perempuan yang beragama (islam) engkau akan beruntung.”


Sudah terang bukan bahwa agama ialah kriteria utama dalam menentukan pasangan.


"Ibu ialah madrasah atau sekolah pertama untuk anak - anaknya."


Kedua, memilihkan nama yang baik. Tentu hal ini hal yang wajar, Ungkapan bahasa jawa, "asmo kinaryo jopo yang artinya bahwa nama itu mengandung pengharapan dan doa."

Ketiga, mengajarinya Al- Quran. atau berdasarkan irit penulis ialah mengajarkan ilmu agama dan ilmu - ilmu lain. Kaprikornus disamping ibu sebagai madrasah pertama, namun tugas ayah juga sangat dibutuhkan.


Lihat dan baca ayat ini;

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) ialah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S/ Luqman [31] : 13-14).
Disitu Allah melalui perintahnya menyuruh kepada Luqman. Menurut irit penulis, luqman disini ialah simbol dari laki - laki. 

Penjelasan umum: Luqman ialah seorang yang sholeh dan mempunyai akhlaq yang mulia, yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan oleh Allah dalam salah satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke 31. Sehingga di dalam surat ini Allah memperlihatkan pelajaran kepada kita akan kesholehan Luqman dalam memperlihatkan nasehat kepada anaknya, yakni nasehat yang mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam, “keihklasan” ang suci dan “kecintaan” yang tinggi. Luqman ialah sosok ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan dalam Al Qur'an. Ketika kita membaca Q.S. Luqman ayat 13 disitu dimulai dengan hentakan kata " Ingatlah takala ". Kata ini menerangkan pentingnya atas nasehat yang akan disampaikan.
dalam ayat lain; 

“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh lantaran itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”. (an-Nisa’: 9)

Penulis menggaris bawahi frasa dalam keadaan lemah. suatu ketika dalam pelajaran bersama seorang dosen di STAIN Palangka Raya (Kini berubaha menjadi IAIN Palangka Raya), menyebutkan bahwa lemah bermakna dalam segala hal, mulai dari ilmu agama, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dsb. So, benar jikalau kita harus menyiapkan diri kita dan keluarga kita, siapa Nahkoda/imam dalam rumah tangga? Suami/Ayah.

Baca : Kisah Cinta Buya Hamka

Dan sebagai pemimpin dalam rumah tangga, maka hendaklah kita sebagai lelaki dan suami menjadi pembimbing dan menyiapkan bekal yang cukup. Pendidikan formal boleh hingga doktor, akan tetapi ilmu agama jangan hingga menyerupai orang yang hanya lulusan TK.

Akhir kata, semua yang benar tiba dari Allah swt, dan yang salah ialah murni kesalahan penulis.



Sumber :

Fansage mutiara hadist (Facebook)
Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Perkawinan Islam. Pustaka Mantiq
www.abacaraka.id/2017/01/kajian-qs-luqman-31-13-14.html

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar