Skip to main content

Makalah Teori Dan Metodologi Sosiologi Hukum


 Fungsi aturan dalam masyarakat sangat beraneka ragam Makalah teori dan metodologi sosiologi hukum

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi aturan dalam masyarakat sangat beraneka ragam, tergantung dari banyak sekali factor dan keadaan masyarakat. Disamping itu fungsi aturan dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Kebutuhan mengenai klarifikasi sosiologi aturan dikalangan masyarakat tentu sangat penting. Karena aturan berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur social yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam penerapannya perlu pendekatan social sesuai dengan teori dan sosiologi aturan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori aturan ?
2. Apa saja metodologi sosiologi aturan ?
3. Apa saja macam-macam teori sosiologi ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui teori aturan dan metode penerapannya.
2. Untuk mengingatkan dan lebih memperdalam Ilmu Hukum khususnya pada teori dan metodologi sosioligi hukum.

D. Manfaat Makalah
1. Dapat mengetahui mirip apa teori dan metodologi sosiologi hukum.
2. Dapat mengetahui aspek-aspek pembagian metodologi sosiologi hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori dan Metode Sosiologi Hukum
Teori yaitu kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang di pelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak bagaikan kisah cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori bisa dilihtkan sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang memiliki wujud yang gres dan bermakna tertentu.
Dengan adanya ilmu sosiologi, suatu insiden korelasi sosial insan sanggup dipahami dalam sebuah bingkai kisah interaksi insan dengan banyak sekali motifnya. Perilaku tersebut mirip kenyataan empiris yang tidak bisa dinafikkan entah itu berkaitan dengan hal yang seharusnya dilakukan ataupu tidak seharusnya dilakukan. Sosiologi tidak memberi justifikasi apakah sikap tersebut salah atau benar.
Peristiwa-peristiwa empirik masyarakat tanpa adanya sebuah pendekatan mirip bingkai kisah tanpa pola. Adanya teori yaitu berfungsi untuk menjelaskan rangkaian kisah menjadi sebuah pola yang sistematis sehingga menangkap dan menjelaskan objek secara seksama. Makara , dengan teori kita sanggup memandang sesuatu yang tampak tidak memiliki korelasi satu sama lain menjadi suatu yang saling bekerjasama dan bermakna.
Sosiologi aturan melihat, menerima, dan memahami aturan sebagai pecahan dari kehidupan insan bermasyarakat, tidak diluar itu. Bagi sosiologi aturan kehidupan aturan tidak bisa di lepaskan dari kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hukum tidak bisa dilihat sebagai steriotip-steriotip perbuatan atau konsep-konsep abstrak, melainkan sesuatu yang substansial. Substansial dalam bentuk sikap (sosial) manusia. Sosiologi hukum, untuk jelasnya, yaitu sosiologi dari atau wacana hukum, oleh lantaran itu, apabila berbicara wacana sikap sosisial, maka ini bekerjasama dengan aturan yang berlaku.
Dengan kata lain, sosiologi aturan memperhatikan veritifikasi empiris dan validitas empiran  dari aturan yang berlaku. Dengan demikian, teori-teori dalam sosiologi aturan juga pada jalur tersebut. Agar sanggup melihat seluruh masalahnya dengan baik, pembicaraan ini mengikuti sesuai dengan tingkat kejadiannya, yaitu pada tingkat makro, meso dan mikro. Pada peringkat makro, teori berusaha  untuk menjelaskan wacana bagaimana kaitan antara aturan dan masyrakat. Masyarakat dengan solidaritas mekanik akan memiliki aturan yang represif, sedangkan masyarakat yang memiliki sifat organik, maka aturan yaitu restutif.
Dalam teori-teori sosiologi aturan yang bersifat makro ini, selalu di saksikan betapa para teoritis senantiasa menghubungkan aturan dan sistem aturan dengan keadaan masyarakat, apakah itu berupa perekonomiannya, bentuk politiknya, aturan merupakan variabel yang tergantung atau tidak tetap yang hanya bisa dipahami dengan baik dalam korelasi dengan masyarakatnya.
Sosiologi aturan mencoba menghubungkan kaitan antara aturan dengan kehidupan masyarakat atau lebih spesifik bisa dikatakan bahwa aturan yaitu pecahan dari kehidupan manusia. Hukum tidak dipandang sebagai dogma-dogma yang hidup dan menjamur dalam masyarakat, tetapi aturan merupakan substansi dari nilai-nilai abnormal yang diyakini sebagai kebenaran.
Dalam menjelaskan sosiologi hukum, Satjipto mengungkapkan bahwa sikap sosial masyarakaat sanggup dilihat melalui verifikasi empiris dan validitas empris. Dan maksud dari verifikasi empiris yaitu pengujian terhadap keabsahan bukti-bukti yang ada. Sedangkan validitas empiris yaitu kebenaran menurut bukti-bukti yang nyata. Selanjutnya sehabis melihat verifikasi empris dan validitas empiris di lapangan, Sadjipto melihat masalah sesuai dengan tingkat kejadiannya,yaitu tingkat makro, meso, dan mikro.
Pada tingkat makro, Satjipto membuktikan korelasi antara dua satuan besar, yang tidak lain yaitu masyarakat dan hukum. Meskipun disini kita membahas masyarakat sebagai satuan dasar, akan tetapi pada tingkat lanjut kita harus lebih spesifik lagi masyarakat mana yang akan kita bicarakan, lantaran masyarakat bisa dalam arti umum ataupun masyarakat pada tempat tertentu dan lingkungan tertentu.
Dalam tingkatan ini, Emile Durkheim mengemukakan teori klasiknya wacana korelasi antara aturan dan masyarakat. Masyarakat dengan solidaritas mekanik akan memiliki aturan yang represif, sedangkan masyarakat yang memiliki solidaritas organik, maka aturan akan restitutif.
Sardjito menjelaskan bahwa aturan membutuhkan pembadanan, lantaran dalam konsep yang abstrak, aturan tidak bisa diterapkan. Pada peringkat makro, pembadanan tersebut berupa lembaga-lembaga mirip politik, ekonomi, dan lain-lain, yang merupakan kosentrasi kajian dari sosiologi hukum. Pada skala makro, kita sanggup menyaksikanpara teoritisi selalu menghubungkan aturan dan sistem aturan dengan keadaan masyarakatnya, baik dari segi ekonomi, politik, solidaritas, maupun bentuk lainnya. Oleh lantaran itu, kita sanggup menyimpulkan bahwa aturan merupakan variabel yang tergantung atau tidak tetap yang hanya bisa dipahami dengan baik dalam korelasi dengan masyarakat.
Untuk lebih memahami klarifikasi di atas, Satjipto menunjukkan citra yang lebih konkret hubungannya dengan aturan Adat. Misalnya, kita melihat kepada suatu sistem ekonomi pertanian tradisional. Pada sistem ini masyarakat tersebut sanggup digolongkan kepada masyarakat pra industri, dengan beberapa ciri yang menonjol mirip tingkat ketergantungan pada alam yang tinggi, mobilitas rendah, dan keterikatan anggota masyarakat yang tinggi satu sama lain.

B. Macam-Macam Teori Sosiologi
Ada dua teori besar yang patut mendapat perhatian, yaitu teori struktural-fungsional dan teori konflik, keduanya berdiri pada kutub-kutub yang bertentangan. Teori struktural melihat obyeknya sebagai suatu kesatuan dengan bagian-bagian yang bekerjasama satu sama lain dalam suatu kaitan yang berkesinambungan. Sekalipun teori ini juga mengakui terjadinya konflik-konflik dan perubahan dalam masyarakat, tetapi itu hanya keadaan sementara yang pada karenanya akan mencapai satu titik keseimbangan gres atau suatu ekuilibrium. Perubahan tidak akan berkepanjangan tanpa gerakan yang akan menerbitkan perubahan tersebut dan gerak ke arah tujuan keadaan semula, ini disebut homeostatis.
Sardjito menyoroti dua teori, yaitu teori struktural fungsional dan teori konflik, keduanya berada pada kutub-kutub yang bertentangan. Teori struktural melihat objeknya sebagai suatu kesatuan dengan bagian-bagian yang bekerjasama satu sama lain dalam suatu kajian yang berkesinambungan. Sekalipun teori ini juga mengakui terjadinya konflik-konflik dan perubahan dalam masyarakat, tetapi itu hanya keadaan sementara yang pada karenanya akan mencapai suatu titik keseimbangan gres atau ekuilibrium.
Sedangkan teori konflik justru mengedepankan situasi konflik sebagai karakteristik dalam proses-proses sosial. Teori konflik tidak melihat adanya korelasi yang berikatan antara bagian-bagian dari suatu sistem yang menyebabkan keadaan ekuilibrium tersebut, melainkan suatu keadaan yang dibayang-bayangi oleh konflik yang terus menerus.
1. Teori sruktural
a. Setaip masyarakat yaitu relatif konsisten, yang merupakan struktur elemen-elemen yang stabil.
b. Setiap masyarakat merupakan struktur elemen-elemen yang terintregasikan dengan baik.
c. Setiap elemen dalam masyarakat mempunyia fungsi sendiri, yaitu menunjukkan sumbangannya dalam rangka mempertahankan bangunan siste yang ada.
d. Setiap struktur sosial bekerja atas dasar konsensus nilai oleh pada anggotanya.
2. Teori konflik.
a. Setiap masyarakat, setiap ketika selalu dihadapkan kepada perubahan-perubahan sosial merupakan hal yang umum
b. Setiap masyarakat, dalam  segala bidangnya selalu menunjukkan adanya ketidak cocokan dan konflik-konflik sosial merupakan hal yang umum
c. Setiap masyarakat didasarkan pada pemaksaan oleh segolongan anggota -anggota masyarakat terhadap anggota - anggota masyarakat yang lain.
Selanjutnya beralih pada teori sosiologi aturan tingkat meso, yaitu yang menyangkut kelembagaan aturan atau interaksi antara lembaga-lembaga tersebut, sosiologi aturan memperhatikan konteks sikap sosial dari hukum. Berdasarkan pada kerangka pemahaman tersebut sosilogi aturan tidak akan mendapatkan kehadiran preskripsi aturan yang bersifat abnormal tersebut, ia ingin menemukan verifikasi empirisnya, yaitu dalam bentuk sikap sosial orang-orang. Sardjito membuktikan bahwa sosiologi aturan memperhatikan konteks sikap sosial dari hukum. Perilaku aturan ini tidak hanya terjadi pada tingkat perorangan, akan tetapi juga pada sikap kelembagaan. Contohnya, korelasi antara pengambil kebijakan (policy) dengan forum penegak hukum.
Teori sosiologi aturan akan mencoba untuk memahami sikap forum –lembaga aturan dalam konteks tersebut. Kehadiran lembaga-lembaga aturan merupakan opersionalisasi dari ide-ide, rumusan – rumusan, serta konsep-konsep aturan yang bersifat abnormal tersebut. Melalui forum - lembanga dan berkerjanya forum - forum itulah hal - hal yang abnormal tersebut sanggup diwujudkan kedalam kenyataan. Akan tetapi, semenjak forum - forum hukum, mirip kejaksaan, pengadilan, kepolisian, kemasyarakatan diciptakan dalam masyarakat, maka sejarah sosiologis akan dikatakan bahwa semua itu kemudian ulai merintis jalan hidupnya sendiri-sendiri salah satu tugasnya, sebagaimana disinggung dimuka, yaitu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Disini, telah memasuki bidang sosiologi organisasi.
Pada tingkatan ini akan diperhatikan mengenai ide-ide formal maupun acara sosial yang dilakukan suatu organisasi untuk bertahan hidup yang terkadang saling bertentangan. Sebagai contoh polisi sebagai pengayom masyarakat, namun di sisi lain polisi menjadi sebuah ketakutan bagi masyarakat. Contoh lain yaitu
Tingkatan terakhir yaitu pada tingkat mikro, yang menjadi perhatian yaitu sikap subtansi dari orang-orang yang bekerjasama dengan hukum, baik sebagai warga negara biasa maupun sebagai pemegang jabatan. Satjipto menjelaskan bahwa teori sosiologi pada tingkat perorangan berusaha menjalaskan sikap aturan dari orang-orang bukan sebagai manifestasi atau penjelmaan dari etis hukum.
Satjipto mengambil pendapat Weber, bahwa sebagian besar dari orang-orang yang melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan aturan aturan bukan atas dasar kepatuhan yang dipandang sebagai kewajiban hukum, tetapi lingkungannya menyetujui sikap mirip itu atau tidak menyetujui perbuatan yang menyimpang dari aturan atau mungkin juga perbuatan yang dilakukan tanpa dipikirkan realita masyarakat.
Satjipto mengambil teori dari Vinogradoff yang menjelaskan bahwa perbuatan orang-orang lebih dituntun oleh pandangan “…Give and take consideration in reasonable social intercourse..” daripada oleh alasan etis aturan semata. Selanjutnya kita bisa memahami pada tingkat mikro ini, sosiologi aturan membutuhkan banyak dukungan dari pendekatan psikologi untuk menjelaskan sikap aturan orang-orang Chambliss dan Seidmen menyebutkan bahwa sikap seeorang dituntun oleh pertimbangan yang menguntungkan dirinya dan berusaha untuk menghindari hal-hal yang diperkirakan akan merugikannya.
Jerome Frank, melihat aturan tidak akan pernah bisa memuaskan harapan kita untuk mendapat kepastian hukum. Berawal dari munculnya pertanyaan “mengapa orang hingga menghendaki dan mengharapkan kepastian aturan yang berlebihan, Frank mencoba menjawab apa yang menjadi sebab-sebab dari harapan tersebut. Frank mencoba menjawab pertanyaan ini dengan memasuki bidang psikologi. Ia mengambil contoh korelasi antara ayah dan anak. Selayaknya semenjak kecil seorang anak mendapatkan proteksi dari ayahnya, lantaran ayah dianggap sebagai hakim yang selalu berhasil mendatangkan ketertiban. Sampai suatu ketika anak tersebut tumbuh menjadi dewasa, beliau mencari pengganti bagi tokoh ayah, yaitu hukum. Jadi, kita sanggup menarik benang merah antara fungsi ayah dan hukum, yaitu sebagai motivasi anak dalam mencari kewibawaan, kapasitas, dan predikbilitas dalam hukum.

C. Tentang metode
Seperti juga halnya dengan sosiologi, maka sosiologi aturan yaitu ilmu yang empiris yang melihat pengalaman-pengalaman konkret dari orang-orang yang terlihat kedalam dunia hukum, baik sebagai pengambil keputusan, sebagai praktisi hukum, maupun sebagai warga negara biasa. Sosiologi aturan yaitu juga ilmu deskriptif eksplanasitoris dan menciptakan presiksi-prediksi.
Telah dijelaskan pada pecahan sebelumnya wacana teori dalam sosiologi aturan yang ditarik dari sebuah vertifikasi empiris dan validitas empris, maka kita akan memperoleh kaitan antara deskripsi empiris dan diskusi teoritis.
Oleh lantaran itu, sosiologi aturan juga melaksanakan penjelasan-penjelasan yang memerlukan pengetahuan mengenai keadaan yang senyatanya terjadi dan juga kerangka contoh bagi menyusun data yang diperoleh sehingga menjadi suatu kumpulan yang bermakna. Secara garis besar dan singkat, sanggup dikatakan metode dalam sosiologi aturan bertumpu pada kedua komponen tersebut di atas, yaitu komponen-komponen data dan teori. Schuyt merumuskannya sebagai berikut, :
1. Membuat abstraksi-abstraksi atas dasar pengamatan yang telah dilakukan mengenai masalah yang dipelajari.
2. Menentukan hubungan-hubungan dari abstraksi-abstraksi ini (menyusun korelasi antara variabel-variabel).
3. Akhirnya, menciptakan penjelasan-penjelasan dan/atau prediksi-prediksi atas hubungan-hubungan tersebut.
Seperti halnya pada penelitian sosiologi, maka teknik-teknik yang digunakan dalam sosiologi aturan juga tidak berbeda mirip wawancara, observasi, dan observasi secara partisipasi, analisis terhadap materi yang terkumpul, dan lain-lain. Akan tetapi yang perlu diperhatikan yaitu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada model penelitian ini. Schuyt menjelaskan bahwa perlu adanya kajian yang lebih teliti dan mendalam lantaran dengan model penarikan penelitian mekanistis akan muncul kecenderungan untuk mengambil kesimpulan semata-mata menurut pada data yang diperoleh. Hal tersebut akan menghilangkan struktur makna dari objek yang ditelitinya lantaran direduksi ke dalam rumusan-rumusan yang sah secara kuantitatif, namun tidak memerhatikan aspek sejarah dan kesatuan makna inti dari objek tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diharapkan kajian yang mendalam serta kemprehensif sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang parsial, lantaran musuh yang paling besar yaitu yang melaksanakan penelitian dengan cepat-cepat atau ingin memperoleh hasil sesegera mungkin.
Schuyt juga menunjukkan kritik terhadap peneliti yang memakai contoh penelitian secara subjektif, mirip peneliti menggiring opini masyakat dengan pertanyaan-pertanyaan “apakah anda pro atau kontra”. Subjektifitas penelitian akan menafikkan dunia kenyataan yang gotong royong sangat kompleks. Schuyt menunjukkan arti penting sekaligus catatan terhadap analisis dari data-data yang diperoleh (content analysis). Data yang diperoleh sebaiknya dilengkapi dengan keadaan sebelumnya sehingga lebih terang duduk persoalannya secara utuh. Sosiologi aturan yaitu ilmu yang ingin menunjukkan citra yang terpercaya mengenai aturan empiris, jangan hingga kesimpulan yang dihasilkan hanya parsial seputar data yang didapat namun melupakan kenyataan lain yang bekerjasama dengan kenyataan tersebut, apalagi berhenti pada kesimpulan yang dangkal, mekanistis, dan tanpa perjuangan menganalisisnya lebih dalam lagi.
Sadjipto menambahkan bahwa untuk memperoleh hasil yang ebih akurat terkait penelitian sosiologi hukum, peneliti perlu mengkombinasikan banyak sekali teknik dan juga bisa memakai metode interdisipliner. Metode ini memakai pendekatan yang sempurna sesuai masalah yang dihadapi. Misalnya dalam meneliti terhadap pelaku kejahatan, maka akan memerlukan kajian sosiologi terhadap lingkungan tempat tinggal pelaku. Selain itu semoga diperoleh substansi dari motif pelaku maka diharapkan pendekatan psikologi sehingga akan lebih akurat dan tepat.
Kesimpulan antara teori dengan metode sosiologi aturan yaitu bahwa teori bermula lantaran adanya kenyataan empiris antara sikap masyarakat dan aturan berlaku pada masyarakat tersebut. Teori merupakan kesimpulan dari pola-pola kisah sehingga bisa dipahami ke dalam makna yang berarti. Untuk menggali teori-teori tersebut perlu diadakannya penelitian sosiologi aturan dengan banyak sekali metode sehingga menghasilkan kesimpulan yang bisa menjelaskan realita empris yang ada.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori merupakan kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang di pelajari secara seksama. Ada dua teori besar yang patut mendapat perhatian, yaitu teori struktural-fungsional dan teori konflik, keduanya berdiri pada kutub-kutub yang bertentangan. Secara garis besar dan singkat, sanggup dikatakan metode dalam sosiologi aturan bertumpu pada kedua komponen tersebut di atas, yaitu komponen-komponen data dan teori.
B. Kritik dan Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya mungkin terdapat banyak kesalahan yang harus diluruskan, sehabis dipikir secara matang. Oleh lantaran itu penulis mohon kritik dan sarannya kalau ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Agar hadirnya keilmuan yang sanggup dipertanggung jawabkan kebenarannya.


Daftar Pustaka
https://kakangagus.blogspot.com/search?q=14/teori-dan-metode-dalam-sosiologi-hukum/. Diakses pada 14:30, 27-07-17.
http://bloghukums.blogspot.com/2014/05/teori-dan-metode-dalam-sosiologi-hukum_31?m=1. Diakses pada 14:30, 27-07-17.


Sumber https://abdulkodiralhamdani.blogspot.com/
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar