Model-Model Pengkajian Peradilan Islam (Makalah Bunga Rampai Peradilan)
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Peradilan Islam di Indonesia, yang secara resmi disebut Peradilan Agama, sanggup dilukisjelaskan dengan banyak sekali pendekatan. Secara garis besar, ia sanggup dilukisjelaskan dengan pendekatan normative moralistis; dan sanggup pula dengan memakai pendekatan antropologis atau sosiologis; atau kombinasi dari keduanya. Beragam pendekatan itu sanggup saling melengkapi, sehingga Peradilan Islam sanggup dilukisjelaskan secara komprehensif.
2.Rumusan Masalah
a.Apakah Peradilan Islam sebagai Bidang Kajian?
b.Apa saja Ruang Lingkup Pengkajiannya?
c.Bagaimana Peragaan perihal Model-model Pengkajian?
d.Apa saja Tahapan-tahapan Pengkajian?
e.Bagaimana Pengkajian dan Pengembangan Ilmu?
3.Tujuan
a.Mengetahui Apakah Peradilan Islam sebagai Bidang Kajian?
b.Mengetahui Ruang Lingkup Pengkajiannya?
c.Mengetahui Peragaan perihal Model-model Pengkajian?
d.Mengetahui Tahapan-tahapan Pengkajian?
e.Mengetahui Pengkajian dan Pengembangan Ilmu?
4.Manfaat Makalah
Diharapkan penyusunan makalah ini sanggup memperlihatkan pengetahuan kepada pembaca mengenai “Model-model Pengkajian Peradilan Islam”.
BAB II PEMBAHASAN
1.Peradilan Islam sebagai Bidang Kajian
Peradilan Islam di Indonesia, yang secara resmi dikenal sebagai Pengadilan Agama, menerima perhatian dari kalangan pakar aturan Islam, aturan tata negara, sejarah, politik, antropologi, dan sosiologi. Hal itu menjadi target pengkajian, yang kemudian ditulis dalam bentuk laporan penelitian, monografi, skripsi, tesis, disertasi, dan buku daras.
Pengkajian Peradilan Islam juga terus berlangsung, terutama semenjak pranata aturan itu mempunyai kedudukan yang semakin kokoh dalam pembagian kekuasaan negara, dan peranannya semakin menonjol. Hal tersebut akan tetap menarik sebagai sarana pengkajian, alasannya yaitu mempunyai keunikan tersendiri sebagai satu-satunya pranata keislaman yang menjadi bab dari penyenggara kekuasaan negara.
Dengan sendirinya, muncul tuntutan pemetaan wilayah pengkajian dan metode yang tepat untuk digunakan. Bahkan membutuhkan perumusan model-model pengkajian yang terperinci semoga pengkajian terhadapnya sanggup dilakukan secara berkesinambungan, spesifik, akurat, dan produknya mendekati citra yang sebenarnya.
2.Ruang Lingkup Pengkajian
Ruang lingkup pengkajian Peradilan Islam meliputi hal-hal berikut:
1.Kekuasaan negara, yaitu kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan kekuasaan negara dan pihak luar lainnya.
2.Badan peradilan sebagai satuan penyelenggara kekuasaan kehakiman. Meliputu hierarki instansial, susunan, pimpinan, hakim, panitera, dan unsur lain dalam struktur organisasi Pengadilan.
3.Prosedur berperkara di pengadilan, yang meliputi jenis perkara, aturan procedural, dan produk-produknya.
4.Perkara-perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, shodaqoh dan ekonomi syariah, yang meliputi variasi dan frekuensi sebarannya dalam banyak sekali pengadilan.
5.Orang-orang yang beragama Islam sebagai pihak yang berperkara, atau para pencari keadilan.
6.Hukum Islam sebagai aturan substansial yang dijadikan referensi dalam proses peradilan.
7.Penegakan aturan dan keadilan sebagai tujuan.\
Pada awal pengkajian terlebih dahulu dipilih pendekatan yang akan digunakan, kemudian dilakukan pembiasaan dan modifikasi metode pengkajian, khususnya metode penelitian yang lazim digunakan. Selanjutnya disusun langkah-langkah operasional sebagaimana yang lazim dipakai dalam perencanaan penelitian. Semua langkah itu dimasukkan ke dalam bentuk atau model pengkajian, sesuai dengan tujuan dan ruang lingkuo pengkajian yang ditentukannya.
Ada dua pendekatan yang sanggup dipakai dalam Pengkajian Peradilan Islam di Indonesia, yaitu:
1.Pendekatan normative-moralistik. Peradilan Islam dideduksi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diacu dari keyakinan para ahlim termasuk fuqaha.
2.Pendekatan antropologis atau pendekatan sosiologis. Peradilan Islam diinduksi dari suatu realitas, yang dipandang sebagai tanda-tanda budaya dan tanda-tanda sosial.
Perdekatan normative-moralistik lebih gampang dipakai alasannya yaitu mempunyai contoh yang telah baku, yaitu peraturan. Dengan demikian sanggup dilakukan pengkajian penilaian untuk mengukur ‘apa yang senyatanya’ (das sein) yang bersifat actual, diukur dengan ‘apa yang seharusnya’ (das sollen) yang bersifat ideal. Apabila terdapat perbedaan atau kesenjangan anatara das sein dan das sollen, dengan gampang sanggup dinyatakan bahwa ‘yang senyatanya’ itu inkonsisten atau salah dan menyimpang. Atau sebaliknya, terjadi idealisme Peradilan Islam alasannya yaitu tuntutan ideologis atau ‘pembelaan’, sehingga terjadi bias yang sangat menonjol. Maka akan kehilangan objektivitas dan mengabaikan akurasi.
Pendekatan antropologis atau pendekatan sosiologis mempunyai kemampuan untuk mendeskripsikan bahwa untuk menjelaskan (eksplantasi) gejalan Peradilan Islam menuntut sudut pandang antropologis atau sosiologis. Mampu menjelaskan perihal aspek-aspek statika dan dinamika, yang terikat dengan lingkungannya yang lebih luas. Namun, ‘kehilangan jejak’ dalam menjelaskan hubungan das sollen dengan das sein yang bertitik tolak dari keyakinan yang kemudianterwujud dalam pranata aturan dan pranata sosial. Walaupun tidak bisa memperlihatkan makna terhadap tanda-tanda empiric yang selayaknya dihayati.
Di samping itu, pengkajian Peradilan Islam sanggup dipakai dengan ‘mengawinkan’ kedua pendekatan itu. Pendekatan pertama dipakai untuk memahami ‘apa yang seharusnya’ yang biasa dilakukan oleh para mahir hukum, pendekatan kedua sanggup dipakai untuk menggambarkan dan menjelaskan ‘apa yang senyatanya’ sebagaimana yang biasa dilakukan oleh mahir ilmu-ilmu sosial. Dengan cara demikian, ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang senyatanya’ itu dipandang sebagai suatu tanda-tanda kontinum, bukan sebagai tanda-tanda dikhotomik.
3.Peragaan perihal Model-model Pengkajian
Dengan pendekatan-pendekatan dan modifikasi motode penelitian tersebut, Peradilan Islam sanggup dipahami, digambarkan dan dijelaskan berdasarkan kerangka berpikir tertentu yang didasarkan kepada satu atau beberapa teori tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Berkenaan dengan hal itu, pengkajian Peradilan Islam di Indonesia sanggup dilakukan dengan beraneka ragam model dan bentuk, diantaranya yaitu:
1.Model Pengkajian Relasional
Dalam model pengkajian ini dititikberatkan pada hubungan antara Peradilan Islam dengan Pranata Hukum dan Pranata Sosial lainnya, atau dengan tatanan masyarakat secara makro.
Adapun kerangka berpikirnya, yaitu
a.Implementasi norma-norma itu mengacu kepada norma dasar yang telah disepakati, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.
b.Implementasi norma-norma itu diwujudkan dalam bentuk politik aturan nasional, yaitu GBHN hasil dari rumusan Ketetapan MPR.
c.Watak alami dan infinit dalam suatu masyarakat ialah mengalami perubahan, baik stukturalnya maupun contoh budayanya.
d.Perubahan tatanan aturan itu dilakukan secara nasional, disengaja, berencana, dan berjangka, yang secara kasatmata dirumuskan dalam planning pembangunan nasional.
e.Perubahan itu sebagai hasil interaksi dari banyak sekali unsure dan potensi dalam masyarakat yang majemuk.
Model pengkajian relasional sanggup dilakukan dengan memakai metode penelitian sejarah, dengan menitikberatkan hubungan antara Peradilan Islam dengan Pranata aturan dan sosial lainnya dalam rentang waktu dan daerah tertentu.
Dapat juga dilakukan dengan memakai metode penelitian survai, dengan menitikberatkan hubungan antara Peradilan Islam dengan asosiasi atau stratifikasi sosial tertentu.
Metode penelitian grounded pun sanggup dipakai dalam pengkajian model ini, dalam pengkajian hubungan antara kesadaran aturan masyarakat dengan pelaksanaan kiprah bedan peradilan.
2.Model Pengkajian Sosio Historis
Pengkajian ini dititikberatkan pada kronologi pertumbuhan dan perkembangan Peradilan islam dalam suatu rentang waktu tertentu atau dalam suatu daerah kebudayaan tertentu.
Kerangka berpikir yang dipakai yaitu:
a.Hukum Islam dalam hal ini fikih, merupakan produk fatwa fuqaha dalam memahami dan mensistematisasi kehendak Allah yang dideduksi dari Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah.
b.Salah satu produk fatwa itu yaitu peraturan perihal penyelesaian konflik antara insan dengan melibatkan kekuasaan publik.
c.Institusi yang berwenang menuntaskan konflik itu yaitu pengadilan.
d.Penyelenggaraan peradilan dilakukan secara berkesinambungan di dalam banyak sekali satuan masyarakat Islam, sehabis menjadi kekuatan politik.
e.Corak penyelenggaraan peradilan bersifat majemuk.
Pengkajian sosio historis paling tepat dilakukan dengan memakai metode penelitian sejarah. Penelitian analisis isi sanggup ditempatkan sebagai unsure pembantu, berposisi sebagai cara untuk memahami sumber-sumber tertulis yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Atau sanggup dipakai untuk memahami, mendeskripsikan dan menjelaskan perkembangan produk tubuh peradilan dalam rentang waktu tertentu.
3.Model Pengkajian Sistematik
Pengkajian ini dititikberatkan pada pandangan bahwa Peradilan Islam merupakan suatu kesatuan terintegrasi, yang terdiri atas banyak sekali unsure. Dan secara kasatmata sistem itu yaitu satuan penyelenggara peradilan, yaitu pengadilan.
Dalam pengkajian sistematik sanggup dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan normative-moralistik dan pendekatan antropologi dan sosiologis.
Dalam pendekatan normative-moralistis, sistem peradilan dideduksi dari peraturan yang berlaku, dilakukan dengan cara menafsirkan peraturan undang-undang. Pengkajian ini diarahkan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan aspek-aspek statika pengadilan. Diantaranya yaitu:
a.Kedudukan pengadilan.
b.Susunan pengadilan.
c.Kekuasaan pengadilan.
d.Hukum aktivitas yang berlaku.
Dalam pendekatan antropologis-sosiologis diarahkan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan aspek-aspek dinamika dari sistem peradilan secara empirik.
Kepangka berpikir yang dipakai dalam model pengkajian ini, yaitu :
a.Sistem peradilan bersifat otonom.
b.Sistem itu terdiri atas banyak sekali unsure.
c.Setiap unsure mempunyai fungsi sesuai dengan kiprah dan wewenangnya.
d.Setiap unsure saling bekerjasama dan saling bergantung.
e.Peranan yang dimainkanoleh setiap unsure merupakan aspek dinamika dari kiprah dan wewenangnya itu.
f.Perubahan dalam sistem secara keseluruhan terjadi alasannya yaitu faktor eksternal.
Dengan kerangka berfikir itu, sanggup dilakukan banyak sekali bentuk pengkajian secara spesifik, yang bertolak dari setiap unsure. Dapat dipakai metode penelitian evaluasi, baik penilaian formatif maupun penilaian sumatif.
4.Model Pengkajian Aspektual
Pengkajian aspectual dititikberatkan pada salah satu atau bab dari unsure dalam sistem peradilan. Kerangka berpikir, pendekatan, dan metode penelitian yang digunakannya sama dengan model pengkajian sistematik, yang berbeda hanya dalam ruang lingkup pengkajiannya, yang lebih terbatas dan lebih sempit tetapi memungkinkan pengkajian yang lebih spesifik dan mendalam.
Di dalam pengkajian aspectual, sanggup dilakukan dengan metode penelitian kasus, metode penelitian survei, metode penelitian grounde, dan metode penelitian evaluasi.
5.Model Pengkajian Perbandingan
Pengkajian perbandingan dititikberatkan pada unsure persamaan, perbendaan, dan hubungan antara Pengadilan Islam. Adapun yang dibandingkannya yaitu aspek-aspek statikanya yang tercakup dalam pengertian peradilan, yaitu :
a.Kedudukan peradilan Islam dalam alokasi kekuasaan negara dan kekuasaan kehakiman pada khususnya.
b.Badan peradilan sebagai satuan penyelenggara Peradilan Islam.
c.Kekuasaan relative dan kekuasaan mutlak tubuh Peradilan Islam.
d.Prosedur berperkara.
e.Pihak-pihak yang berperkara.
f.Tujuan penyelenggaraan peradilan.
Pengkajian perbandingan sanggup memakai metode pengkajian hukum, maksudnya yaitu mebandingkan aspek-aspek normative yang mengikat peradilan yang diselenggarakan. Dapat juga memakai metode penelitian sejarah, yang menitikberatkan unsure-unsur persamaan, perbedaan dan hubungan di antara sistem atau tubuh peradilan yang dibandingkan dalam suatu rentang waktu dan di dalam daerah tertentu. Metode peelitian analisis isi juga sanggup ditempatkan sebagai salah satu metode dalam memahami sumber data.
6.Model Pengkajian Analisis Yurisprudensi
Pengkajian ini dititikberatkan pada pembahasan isi keputusan Peradilan Islam, baik putusan (vonnis) maupun penetapan (beschiking) yang telah memperoleh kekuatan aturan tetap.
Model pengkajian ini didasarkan pada kerangka berpikir, diantaranya:
a.Keputusan pengadilan, putusan atau penetapan, mempunyai dua dimensi.
b.Keputusan pengadilan didasarkan pada aturan tertulis.
c.Keputusan pengadilan juga didasarkan pada sumber aturan tidak tertulis.
d.Keputusan pengadilan itu dilakukan terhadap kasus yang diajukan, sehabis melalui proses peradilan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
e. Keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan aturan tetap menjadi bab sumber aturan tertulis dalam wujud yang kasatmata dan terbatas.
Pengkajian analisis yurisprudensi sanggup memakai metode penelitian hukum. Metode penelitian ini sanggup dipakai untuk memahami penerapan aturan yang mengikat, dan oenemuan aturan yang dilakukan oleh hakim dalam memakai kebebasannya sebagai penegak aturan dan keadilan.
Dalam penelitian analisis isi, sanggup juga dipakai metode penelitian kasus, pengkajian yurisprudensi bisa juga memakai metode penelitian analisis isi dalam penelitian analisis kualitatif.
4.Tahapan-tahapan Pengkajian
Secara teknis, pengkajian Peradilaan Islam dilaksanakan dalam kegiatan penelitian, suatu kerja ilmiah yang dilakukan dengan mengolah unsure-unsur informasi dan metodologi. Dilakukan secara sedikit demi sedikit dan berkesinambungan sehingga sanggup mencerminkan keunikan setiap model pengkajian. Secara umum dilakukan dengan contoh dan langkah yang relative sama, yaitu melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1.Perumusan problem penelitian.
2.Pengkajian materi pustaka.
3.Perumusan kerngka berpikir.
4.Pemilihan metode penelitian.
5.Penentuan sumber data
6.Pengumpulan data.
7.Analisi data.
8.Penulisan laporan penelitian.
5.Pengkajian dan Pengembangan Ilmu
Pengembangan model-model pengkajian Peradilan Islam, atau bidang apapun, merupakan salah sayu kebutuhan, terutama di kalangan akademisi, dengan memperlihatkan arah dan langkah pengkajian secara sistematik.
Pengkajian yang bekerjasama dengan banyak sekali kehidupan masyarakat bangsa, termasuk Peradilan Islam di Indonesia, menerima perhatian dalam perubahan berencana, yaitu dalam aktivitas pembangunan nasional. Yang berada dalam dua bidang, yaitu dalam bidang aturan dan bidang ilmu dan teknologi.
BAB III PENUTUP
1.Kesimpulan
Peradilan Islam merupakan bidang kajian yang bisa dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Ruang lingkupnya, yaitu kekuasaan kehakiman, tubuh peradilan sebagai satuan penyelenggara kekuasaan kehakiman, mekanisme berperkara di pengadilan, perkara-perkara, orang-orang yang beragama Islam, aturan Islam, penegakan aturan dan keadilan.
Pengkajian Peradilan Islam di Indonesia sanggup dilakukan dengan beraneka ragam model atau bentuk, diantaranya pengkajian relasional, pengkajian sosio historis, pengkajian sistematik, pengkajian aspectual, pengkajian perbandingan, dan pengkajian analisis yurisprudensi.
Secara umum, model pengkajian dilakukan dengan contoh dan langkah yang relative sama, yaitu melalui perumusan problem penelitian, pengkajian materi pustaka, perumussan kerangka berpikir, pemilihan metode penelitian, penentuan sumber data, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan laporan penelitian.
Pengkajian yang bekerjasama dengan banyak sekali kehidupan masyarakat bangsa, termasuk Peradilan Islam di Indonesia, menerima perhatian dalam perubahan berencana, yaitu dalam aktivitas pembangunan nasional. Yang berada dalam dua bidang, yaitu dalam bidang aturan dan bidang ilmu dan teknologi.
2.Saran
Saya telah berusaha untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Bisri, Cik. 1997. Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Bandung: Rosda.