Sejarah Pegadaian Syariah
Sejarah Pegadaian Syariah
Sejarah forum pegadaian di Indonesia sudah usang berdiri semenjak masa kolonial Belanda. Untuk menekan praktek pegadaian illegal serta memperkecil lintah darat yang sangat merugikan masyarakat, maka pemerintah kolonial Belanda memonopoli perjuangan pegadaian dengan mendirikan jawatan pegadaian yang berada dalam lingkungan Kantor Besar Keuangan. Kemudian pada Tahun 1930 dengan stbl. 1930 Nomor 226 jawatan pagadaian itu diubah bentuknya menjadi Perusahaan Negara menurut pasal 2 IBWI (donesche Bedrijven Wet) yang berbunyi : penunjukan dari cabang-cabang dinas negara Indonesia sebagai perusahaan negara dalam pengertian undang-undang ini, dilakukan dengan ordonansi tepatnya pada masa pemerintahan Belanda berkuasa di Indonesia (Mariam Darus Badrul Zaman, 1995: 153).
a. Pegadaian, periode VOC (1746-1811)
Nama lengkap pegadaian pada masa ini disebut Bank Van Leening, selain memperlihatkan pemberian gadai juga bertindak sebagai wessel bank. Lembaga ini pada awalnya merupakan perusahaan gabungan antara pemerintah (VOC) dan swasta dengan perbandingan modal 2/3 modal dari VOC, dan 1/3 modal dari swasta. Sejak tahun 1794 pegadaian Bank Van Leening dimonopoli dan dikelola sepenuhnya oleh pemerintah.
b. Pegadaian, periode Penjajahan Inggris.
Pada periode penjajahan Inggris, adanya Bank Van Leening yang dikelola pemerintah, pimpinan tertinggi pemerintah kerajaan Inggris di Indonesia ketika itu berjulukan Raffles tidak menyetujui, kemudian dibentuklah Licentie Stelsel. Namun tujuan Licentie Stelsel yang bertujuan untuk memperkecil peranan wooker (lintah darat) ternyata juga tidak mencapai sasaran, kemudian forum tersebut melaksanakan beberapa perombakan hingga karenanya diganti dengan nama Pacht Stelsel.
c. Pemerintah Belanda
Mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan Pacht Stelsel pada tahun 1956, hasilnya diketahui adanya penyimpangan yang sangat merugikan rakyat. Kemudian tahun 1870 Pacht Stelsel diganti dengan kembali kepada Licentie Stelsel. Tetapi dalam pelaksaannya Licentie Stelsel secara moral dan materiil tidak menguntungkan baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Kemudian pada tahun 1880 kembali diberlakukan Pacht Stelsel dengan pengawasan ketat dari pemerintah. Meskipun demikian secara perorangan ataupun swasta menyelengarakan perjuangan gadai (Pacht Pandhuis) secara legal. Akibatnya terjadi penyimpangan pada gadai illegal tersebut yang sangat merugikan masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah memonopoli penyelenggaraan gadai.
d. Pegadaian, periode Penjajahan Jepang (1942-1965).
Pegadaian pada masa Jepang merupakan instansi pemerintah dengan status jawatan pimpinan dan pengawasan Kantor Besar Keuangan, akan tetapi pada masa ini lelang dihapuskan tetapi barang berharga menyerupai emas, intan, dan berlian di pegadaian diambil oleh Pemerintah Jepang.
e. Pegadaian, periode Kemerdekaan (1945-2007)
Status aturan pegadaian pada 1961 masih berbentuk jawatan, kemudian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961 bermetamorfosis Perusahaan Negara dalam lingkungan kementerian keuangan. Tetapi pada 1965 Perusahaan Negara pegadaian diintegrasi ke dalam urusan Bank Sentral.
Pada masa kemerdekaan, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961, status forum pegadaian adalah jawatan pegadaian. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990, perusahaan Jawatan Pegadaian diubah manjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian.
Melihat semakin berkembangnya undangan warga masyarakat dan adanya peluang dalam mengimplementasikan praktik gadai menurut syariah, Perum Pegadaian yang telah bergelut dengan bisnis pegadaian konvensional selama baratus-ratus tahun, berinisiatif untuk mengadakan kolaborasi dengan PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam mengusahakan praktik gadai syariah sebagai diversifikasi perjuangan gadai yang sudah dilakukannya, maka pada bulan Mei tahun 2002 telah ditanda tangani sebuah kerjasama antara keduanya untuk meluncurkan gadai syariah, dan BMI sebagai penyandang dana. (Zainuddin Ali, 2008: 16).
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 1 April 1990 sanggup dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh pegadaian untuk mencegah praktik riba, di mana misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP. No. 103 Tahun 2000 yang dijadikan landasan acara perjuangan Perum Pegadaian hingga sekarang. Setelah melalui kajian yang panjang, karenanya disusunlah suatu konsep pendirian Unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani acara perjuangan syariah (Abdul Ghofur Anshari, 2006: 3).
