Skip to main content

Bagaimana Pengalaman Dan Penghasilan Jadi Ojek Online ? | Isu Terkini Jaman Sekarang

Bagaimana sih pengalamannya menjadi Ojeg Online ?



Ojeg ialah nama aslinya, tapi dubah versi bahasa jadi ojek.  Sebuah sarana transportasi yang sudah muncul beberapa dekade itu kini diupgrade berkat teknologi sains. Alhasil, ojek kini menjadi ojek online.

Sesuai dengan namanya, ojek online ya kerjanya harus online. Kalau gak online jadinya ojek konvensional. Ojek konvensional cara kerjanya ialah menunggu penumpang di pangkalan sesuai urutannya. Tarifnya kala itu sanggup dibilang pantas. Pekerjaan ini biasanya hanya lintas komplek, ya ojek pangkalan biasanya ada di saluran menuju perumahan sesudah jalan raya. Pelayanannya tentu mengantarkan hingga tujuan sesuai keinginan penumpang. Soal harga pun, sanggup nego.

Ojek konvensional bekerjsama mulai memanfaatkan teknologi sejak kemunculan smartphone. Kaprikornus para pelanggan sanggup lebih praktis menerima jemputannya bahkan hingga jadi pelanggan tetap dengan memperlihatkan abodemen yang sepakat. Tinggal sms atau telpon, si akang ojek pun segera menjemput kita.

Beberapa tahun ke belakang, muncul ojek online. Secara sederhana, sama saja sih kerjanya mengantarkan penumpang pakai motor. Tetapi di sini perbedaannya ialah cara memesan. Pelanggan kini memakai aplikasi khsusus untuk memesan ojek online, sementara di hp si kang ojeknya juga terpasang aplikasi untuk pengemudi.

Dalam prosesnya, penumpang akan menentukan titik jemput dan tujuan yang kemudian diterima oleh aplikasi pengemudi dalam radius terdekat. Setelah mendapatkan pesanan, pengemudi eksklusif menjemput pemesan dan beliau memulai pekerjaannya antar pemesan ke tujuan. Secara kasat mata sih begitu kejadiannya.

Namun bagaimana bila kita bicara soal pendapatan?
Awal mula kemunculan ojek online tentu pihak pemilik aplikasi menciptakan usulan bonus yang sangat menggiurkan bagi masyarakat. Akhirnya, banyak juga orang yang tertarik untuk bergabung baik sebagai pengemudi mau pun sebagai mitra. Loh kok mitra? Karena tidak ada kontrak kerja terkait, baik pengemudi dan pelanggan sama-sama hanya terikat melalui aplikasi saja.

Proses pendaftarannya pun mudah. Pendaftar sebagai pengemudi hanya diminta menyerahkan persayaratan arsip berupa fotokopi STNK, KTP, SIM, foto, SKCK. Setelah lengkap, gres beliau sanggup daftar. Ketika mendaftar tentunya ada training khsusus dalam memakai aplikasi pengemudi. Mulai dari cara mendapatkan pesanan hingga menuntaskan pekerjaannya. Namun sayangnya tidak ada psikotes dalam proses pendaftaran. Sehingga tidak ada filter khusus dalam mendapatkan pengemudi secara mental. Resikonya, pihak pemilik aplikasi menerima kawan yang bermasalah dalam mentalnya.

Setelah selesai mendaftar, para pengemudi ojek online tentu membutuhkan rekening bank untuk transaksi uang non-tunai. Karena yang namanya sistem online, transaksi non-tunai sudah menjadi hal yang lumrah. Dari sini sudah terang perbedaan uang masuk antara ke ojek konvensional dan ojek online.

Pekerjaan ojek online meski hanya dianggap sebagai kawan saja, tentunya ada adat profesi yang harus dipegang oleh para pengemudinya. Maksudnya semoga para pengemudi ini memperlihatkan pelayanan terbaik. Tetapi, aturannya memang tidak fleksibel dan justru lebih memojokkan si pengemudinya. Sementara bagi pelanggan, tidak ada hukum khususnya. Hal ini sering menjadi persoalan yang memberatkan para pengemudi ojek online. Pelanggaran sering dilakukan oleh para penumpang/pemesan ojek online. Sebagai contoh, salah menentukan titik tujuan. Ini persoalan yang besar bagi si pengemudinya. Tapi bagi pemesan, no problem at all. Coba kau bayangkan, penumpang salah memlilih alamat, kemudian si pengemudi kebingungan harus ke mana beliau menjemput. Alhasil, waktu penjemputan jadi molor. Bensin terkuras percuma. Sementara si penumpang cuma tinggal nunggu saja. Maka, dalam aplikasi ojek online ada fitu chat. Tetapi dalam praktiknya hal ini tidak jadi solusi yang niscaya selama si pemesan tidak memberi tahu alamat atau patokan titik jemputnya.

Pengemudi ojek online dituntut untuk memperlihatkan pelayanan terbaik kepada semua pelanggannya. Maka dalam sistemnya ada perhitungan rating yang didapat dari penumpangnya. Sayangnya dalam memperlihatkan penilaian, para pelanggan banyak yang sableng. Meski itu cuma lantaran salah sedikit mirip tidak sengaja geleng lubang di jalan, penumpang tidak manusiawi memberi rating jelek. Kalau mikir lagi, siapa yang mau motornya rusak kena lubang jalan?. Ya, hal sepele mirip inilah yang sering menciptakan para pengemudi ojek online geleng-geleng kepala. Atau tragisnya, penumpang sedang dirunding persoalan pribadi, pengemudi ojek online yang kena imbas. Padahal, ketemu saja gres sekali, kenal saja nggak, eh kok si kang ojek online jadi tumbal persoalan pribadi penumpang. Kang ojek online pun jadinya didzolimi.

Semua pengemudi ojek online dalam melayani penumpang tentu akan memperlihatkan servis terbaiknya tanpa babat pilih sebagai profesionalisme profesinya. Hal ini justru sering disepelekan oleh pihak aplikasi dan penumpangnya. Eh beneran, jadi ojek online itu kelihatannya gampang, padahal mah nguras fisik banget. Bayangin, mereka berdiri pagi kerja hingga larut malam, lebih dari jam kerja normal. Tetapi memang waktu mereka lebih fleksibel. Dan ini yang jadi alasan orang berpindah profesi. Bisa saja dari yang awalnya karyawan yang sudah bosan dengan pekerjaannya, kemudian beliau ganti profesi jadi ojek online. Banyak alasan lain yang berdasarkan saya pribadi sebagai alasan jaga gengsi. Ada yang bilang lantaran hobi naik motor, ada yang lebih suka pekerjaan outdoor atau lantaran memang cita-citanya jadi tukang ojek. Kebanyakan memang lantaran nganggur dan nyari side job.


Bicara soal penghasilan ojek online, apakah lebih besar daripada ojek konvensional?

Hmm...sebetulnya kasus ini relatif. Ada yang merasa cukup bahkan kurang. Kita tidak sanggup memberi patokan pastinya. Kalau orangnya hedon ya mana cukup. Tapi bila memang irit, ya niscaya cukup. Pendapatan ojek online di awal kemunculannya memang sangat besar. Dalam 1 hari saja sanggup menerima uang antara 200-350 ribu rupiah dengan waktu yang fleksible. Kalau dihitung dalam sebulan, sekitar 7-8 juta rupiah. Tapi itu dulu. Kini memang pendapatan mereka jauh berkurang. Disebabkan oleh kemunculan aplikasi ojek online kompetitor yang memunculkan perang harga. Di satu sisi, penumpang pingin harga murah, maka pihak aplikasi memperlihatkan bonus bagi pengemudi semoga termotivasi untuk bekerja lebih ulet lagi. Ya mirip sistem sosialis lah.

Apabila dibentuk rinciannya akan mirip ini.
Kisaran pendapatan normal (kini): 150 ribu/hari*
Biaya mobilisasi: 50-80 ribu/hari
Rincian mobilisasi:
1. Bensin 30-50k/hari
2. Jajan/makan/minum 25-30k
Total pendapatan bersihnya sekitar 70-120k/hari*
Nilai ini tidak niscaya lantaran tidak jarang para pengemudi mendapati persoalan lain yang menguras isi kantongnya. Alhasil, kira-kira saja sendiri berapa upah higienis ojek online.

Menjadi pekerja ojek online mirip perjudian waktu. Mereka gambling dalam mencari pesanan. Mereka harus keliling menjelajah kota. Banyak perhitngan yang mereka kerjakan semoga pekerjaannya lebih mudah. Maka, sudah selayaknya siapa saja yang memesan ojek online membantu memudahkan pekerjaan mereka. Minimal memberi alamat terang atau bahkan memberi tips meski cuma 1000 rupiah.

Memangnya kau mau, bila contohnya bapakmu ikut ojek online kemudian kau lihat bapakmu kerja dipermainkan pelanggannya? Di sini baiknya baik bagi pemesan dan pengemudi harus sama-sama saling memahami supaya sama-sama enak.

Sumber https://trendjamansekarang.blogspot.com/
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar